A.Sinopsis
Ia adalah gadis yang berani nan rajin tapi suka
sok-kecantikan. Bawang Putih namanya dan kerap dipanggil Putih. Ia mempunyai
ibu tiri bernama Jeng tari dan saudari tiri bernama merah. Mereka berdua itu
memang pasangan anak dan ibu yang sangat serasi karena sama-sama jahat dan
centil. Karena ayah Putih merantau ke negeri nan jauh disana, jadi Putih harus
tinggal bertiga saja bersama Jeng Tari dan Merah selama bertahun-tahun.
Selama itu pula Jeng Tari dan Merah kerap menindasnya.
Bahkan memperlakukannya seperti pembantu di rumahnya sendiri. Walau begitu
Putih tetap tegar dan menaggapi perlakuan itu dengan santai. Meskipun terkadang
ia pun, tidak tahan dan bersedih. Untungnya Putih masih mempunyai sahabat untuk
mencurahkan isi hatinya dan bisa menghiburnya. Sahabatnya itu bukanlah seorang
manusia, melainkan kodok ajaib yang bisa bicara.Putih sudah bersahabat dengan
kodok itu sejak lama.
Suatu hari ayah Putih pun pulang dari perantauannya. Hal
ini pun membuat keadaan lebih baik karena Jeng Tari dan Merah tidak bisa
seenaknya menindas Putih karena pasti akan dibela ayahnya. Tapi bukan berarti
mereka berhenti menindas Putih. Mereka berdua selalu berusaha agar ayah
memarahi Putih dan tidak selalu membela Putih. Namun usaha-usaha mereka selalu
gagal.
Di sisi lain, ternyata si Kodok ajaib yang menjadi
sahabat Putih selama ini adalah seorang pangeran yang dikutuk menjadi kodok. Pada
suatu hari si Kodok meminta Putih untuk menciumnya untuk menghilangkan kutukan
itu. Demi sahabatnya, Putih pun mau melakukan hal itu dengan tulus. Berkat
ketulusannya, si Kodok berubah menjadi pangeran yang amat tampan. Sampai-sampai
si Merah pun terpesona dengan ketampanannya. Beruntungnya sang pengeran telah
jatuh cinta pada Putih dan menjadikan Putih menjadi permaisurinya.
B.Setting
Tempat
|
Waktu
|
Suasana
|
||
Adegan
I
|
Kamar
Putih
|
Pagi
|
Ribut
|
|
Adegan
II
|
Sungai
|
Siang
|
Santai,Tenang
|
|
Adegan
III
|
Rumah
|
Sore
|
Gaduh
|
|
Adegan
IV
|
Ruang
Tamu
|
Pagi
|
Mengharukan
|
|
Adegan
V
|
Kamar
Jeng Tari dan kamar Putih
|
Siang
|
Tegang
|
|
Adegan
VI
|
Sungai
kemudian Rumah
|
Pagi
dan Siang
|
Senang
dan Penuh kesalahpahaman
|
|
Adegan
VII
|
Sungai
|
Pagi
|
Romantis
dan mencengangkan
|
|
Adegan
VIII
|
Rumah
|
Siang
|
Bahagia
dan Romantis
|
|
C.Perwatakan
Nama
|
Sebagai
|
Watak
|
Rahmatika
Agustina
|
Bawang
Putih
|
Berani,Cerdik,Riang,Jail,Sok
Kecantikan
|
Nastiti
Handayani
|
Bawang
Merah
|
Licik,Bodoh,Centil,Pemalas
|
Dwi
Lestari
|
Jeng
Tari
|
Galak,Centil,Matrealistis
|
Niken
Indriyani
|
Ayah
|
Tenang,Bijaksana
|
Rizky
Amalia Isnawati
|
Pengeran
Kodok
|
Baik,Suka
‘gombal’, Sok kegantengan
|
D.Naskah
Drama
Emansipasi
Bawang Putih
Suara ayam yang berkokok
membangunkan sang mentari untuk memberikan kehangatan pada semua penghuni rumah
sederhana itu.Ramainya esok itu membangunkan sosok wanita galak nan angkuh.
Tentulah dimana ada keangkuhan
pasti ada yang di tindas.Ditengah pagi yang hangat, di sisi lain juga terlihat
sesosok gadis tidak cantik dan tidak jelek tapi sederhana terbangun dari
tidurnya.Dan inilah kisah seorang gadis yang cerdik dan sabar namun tak
selamanya mau hidup dengan ditindas oleh keluarganya. Untungnya ia masih punya
sahabat meskipun hanyalah seekor kodok yang bisa bicara tapi bisa menghiburnya.
Ialah Bawang Putih , hidup dengan
kakak tirinya , Bawang Merah dan ibu tirinya yakni Jeng Tari.Putih telah hidup
dengan mereka selama 4 tahun.Semenjak ayahnya pergi merantau ke negeri
sebrang,Putih kerap ditindas oleh mereka berdua.
#Adegan I
Pagi hari,di sebuah kamar yang tidak sewajarnya sebagaimana
milik seorang anak perempuan .Kamar yang berantakan penuh dengan sampah makanan
ringan,baju kotor dan perlengkapan mandi di mana-mana.
Putih (menguap
sambil merentangkan kedua tangannya)
: “Hoahhh……capek banget
badanku.Kayaknya habis kerja romusha.Aooouuhhh”
Merah (menendang
kaki Putih dengan kaki kanannya)
:”Hey
orang teraniaya bangun loe!”(membentak Putih)
Putih (tergeser
dari tempat tidurnya) (kembali menguap dan tidur kembali)
Merah (gusar
dan berdiri sambil berkacak pinggang)
:”Gila
loe ya,malah tidur lagi.”
Putih :“Hmmm.Ya
iyalah.”
(Merah mengambil baju-baju kotornya,menyuruh Putih untuk
mencucinya)
Merah (melempar
baju ke arah Putih)
:”Nie loe cuciin baju kotor gue
sampai bersih. Harus disikat sekuat tenaga kalau perlu sampe robek pokoknya.Titik
ya.Gak pakai koma.”
Putih (memakai
baju Merah untuk menyelimuti dirinya)
:”Hmmm.Makasih
ya?”
Merah (melipat
tangannya kedada)
:”Buju busheeet ini emang dasar
orang teraniaya,gue suruh nyuciin baju gue malah dipakai
selimutan.”
Putih (membuka
mata kemudian duduk bersila)
:”owh
ini bajumu? Pantesan bau amis.Hiii
(memegang baju Merah dengan jijik)
Merah (mendekati
Putih , menariknya untuk berdiri)
:”Sialan
loe! Dasar kecebong anyut!”
Putih (berhadapan
dengan Merah)
:”Biarin , masih cantikan juga gue
dari pada loe tomcat gatel.”(menjulurkan lidahnya kepada Merah)
Di tengah perdebatan Putih dan Merah , datanglah Jeng
Tari.Jeng Tari dengan wajah sinis menegur mereka berdua karena merasa
terngganggu dengan keributan mereka.
Jeng Tari :”Apa-apaan
ini.Pada ribut semua.”
Merah :”Ini
nie Ma,kecebong anyut enggak mau nyuciin bajuku.”
Jeng Tari (menatap
Putih)
:”Owh,
dah berani ngelawan kamu ya..?”
Putih (menjawab
dengan santainya) (memalingkan muka)
:”Dia
kan udah gede , ngapain mesti aku yang nyuciin bajunya?”
Jeng Tari (mendekati
Putih)
:”Minta
di jewer kamu ya..?Hah..”
Putih (memegang
telingannya agar tidak dijewer)
:”e
e e e enggak,gak Ma.Ampun.Ampun
Ma.”(memohon)
:”Iya-iya
aku cuciin.Tapi……”
Jeng Tari :”Tapi..,tapi
apa?Ayo bilang.”
Putih :”Tapi…..
(mengambil
baju kotor Merah)
:”Tapi ……..Sekarang gue
mau………Lariiiiiii…….. (melempar baju kotor
Merah kearah ibunya)
Jeng Tari (membuang
baju merah dan menginjak-nginjaknya dengan kesal)
:”Dasar,anak
sialan ! Jangan lari kamu !”
(mengejar Putih)
Merah :”Aduh,
mama ini kan baju aku….”
(mengambil
bajunya dan merengek-rengek)
#Adegan II
Di sungai, tempat Putih untuk menenangkan hati dan
pikirannya.Ia duduk bersila sambil bertopang dagu.Suara gemericik air menemani
Putih di sungai pagi itu.Ia pun memulai untuk mencuci baju milik Merah.Di sela-sela ia mengambil baju
kotor Merah , tiba-tiba si Kodok datang.Ia adalah teman Putih sekaligus tempat
Putih untuk mencurahkan isi hatinya.
Kodok :”Putih?”
Putih (menjawab
dengan lesu sambil memegang baju kotor Merah)
:”Apa?”
Kodok :”Kenapa
kamu kok manyun?”
Putih :”huft,
emang dari sananya manyun.”
Kodok :”Sama
dong kayak aku,hehehe”
Putih :”Enak
aja, kamu kan monyong bukan manyun. Huh”(sebal)
Kodok :”ow
ya ya. Saya yang lupa”
Putih :”Aku
lagi sedih tau.”
(menundukkan
wajah)
Kodok :”yee…kan
udah aku hibur. Loe kangen ya sama gue?”
Putih :”Jangan
bercanda dong. Enak aja loe.”
kodok :”Terus,
ngapain lo gak kangen loe ada disini?”
Putih :”Kamu gak lihat ya? Aku
kan bawa pakaian kotor punyanya mak lampir. Udah pasti gue kesini mau nyuci.”(melotot kearah Kodok)
Kodok :”Ow,
jadi gara-gara itu tow?”
Putih :”Lho bajunya yang biasa
sih gak papa,tapi ini baunya mbadheg banget”(mengangkat baju merah dengan jijik
dan menutup hidungnya)
Kodok :”Masak
sih?”(gak percaya)
Putih (menyodorkan
baju kotor Merah ke depan muka buaya)
:”Nie
cium nie , kalau gak percaya.”
Kodok :”Ya
Allah…….”Baunya , ckckckckck.Masyarakat.”
Putih :”Ya
udah deh, pergi kamu sana.Aku mau nyuci dulu.”
Kodok :”Yaahhh..,Aku
di usir.Ya udah deh , gak papa.Penting
udah lihat kamu.Bye Putih.”
(Putih melanjutkan mencuci baju kotor milik Merah)
# Adegan III
Putih selesai mencuci baju Merah.Ia pun pulang ke
rumah.Dengan langkah lunglai masuk ke rumahnya.Sesampainya ia di ruang tamu ia
melihat sampah berserakan dimana-mana.Ibu dan Merah malah tidur di kursi ruang
tamu.
Putih (meletakkan
ember tempat baju Merah yang selesai ia cuci)
:”Yiiiiaahh,sampai di rumah malah
di suguhi beruang dan gajah yang tidur.
Huh, malah rumah dibikin berantakan gini lagi. Aku kan capek.
(melihat ada lipstik) “Aah, aku
kerjain ajain orang.” (mengambil lipstick itu dan mulai mencoret-coret wajah
mamanya)
:”Haha. Mumpung ane lagi baik, ane
kasih jasa ngerias wajah gratisan deh. Biar kayak Lady Gaga gituh. Nah, kalo
gini kan lumayan. Seremnya gak keliatan.”
:”Alamak, mak Lampir pake bangun
lagih.” (menyembunyikan lipstick)
Jeng Tari (tiba-tiba
bangun dari tidurnya dan meraba-raba wajahnya)
:”Eh
apaan sih. Kok geli-geli enak gimana gitu yaa.”
Putih (cengengesan
melihat mamanya)
Merah (terbangun mendengar suara
mamanya, kemudian melihati wajah mamanya dan tertawa) “Hahahahaha. Itu kenapa
muka mama?”
Jeng tari :”Emangnya kenapa?”
Merah (mengambil cermin dan
memberikan pada mamanya)
:”Nih liat aja
sendiri deh. Hahaha.”
Putih (menahan ketawa)
Jeng Tari (terkejut dan berteriak histeris)
“Aaaaaaa! Apa-apaan ini?”
Merah :”Merah juga gak tau mah.”
Jeng tari (melihat pada Putih) “Ini pasti
kerjaan kamu yaaa?”
Putih (pura-pura tidak tahu apa
yang terjadi)
Jeng tari :”Ambilin kapas sama pembersih di
kamar mama sekarang.” (mendorong Putih)
Putih :”iya mpir !” (menuju kamar
jeng Tari)
Merah :”Tapi, gak jelek-jelek banget
kok ma. Haha.”
Jeng Tari :”Diam kamuh!” (bercermin terus)
Putih (memberikan kapas pembersih
pada Jeng Tari)
Jeng tari (mengambil
sapu dan memberikannya pada Putih)” Ini nie sapu seluruh ruangan ini.”
Putih :”Sampeyan
nyuruh saya?”(menunjuk dirinya sendiri)
Jeng Tari :”Wah
ngajak rebut nie anak?”(berkacak pinggang)
Putih :”Nggak,nggak
. Cuma bercanda mak brow.”
(mengangkat
tangan membentuk tanda damai)
Jeng Tari :”Kalau
begitu cepat sana menyapu.”(menyuruh Putih)
Merah :”Yang
bersih yaaaa!” (meledek Putih)
Jeng Tari (selesai membersihkan wajah dan
kemudian mengajak Merah berkaraoke) ”Ayo
Merah.Kita berkaraoke untuk menghilangkan stres.”
Merah (dengan
semangat) ”Oke Ma.Cappcussh.”
Jeng Tari :”Less
ggoowwww..!”
(mereka mulai menyiapkan peralatan untuk berkaraoke)
Merah (mengambil
mic dan mulai bernyanyi)
:”Seluruh kota merupakan tempat bermain yang asyik,oh
senangnya aku senang sekali….”
Jeng Tari (melanjutkan
lagu yang di nyanyikan Merah)
:”Kalau begini akupun jadi sibuk.Berusaha
mengejar-ngejar dia,matahari menyinari semua perasaan cinta tapi mengapa……”
Putih (datang dan menyahut lagu
yang di nyanyikan Ibunya lalu ia menyanyi dengan menggunakan sapu)
:”Hanya
aku yang di marahi……”(sangat menghayati)
Merah :”Di
musim panas merupakan hari bermain gembira….”
Putih (menggunakan
sapu menjadi gitar)
:”sang gajah terkena flu pilek
tida henti-hentinya.Sang beruang tidur dan tak ada yang berani ganggu dia.Oh
sibuknya aku sibuk sekali….”
merah pun berhenti menyanyi karena menyadari Putih ikut bernyanyi.Jeng Tari menyuruh Putih untuk melanjutkan pekerjaannya.Merah dan Jeng Tari meniggalkan Putih.
merah pun berhenti menyanyi karena menyadari Putih ikut bernyanyi.Jeng Tari menyuruh Putih untuk melanjutkan pekerjaannya.Merah dan Jeng Tari meniggalkan Putih.
Jeng Tari (melihat
Putih dan meletakan mic)
:”Ih, malah
ikut-ikutan.Sana,selesaikan pekerjaanmu dulu!”
Merah :”Ayo
kita pergi saja Ma.”
Putih :”pergi
aja sana.” (berbicara pelan)
#Adegan IV
Di ruang tamu , putih selesai membersihkan ruangan. Karena terlalu lelah ia pun tertidur sampai
pagi. Tidak disangka ayahnya pulang setelah sekian lama pergi merantau.
Ayah ( datang dengan membawa tas
besar kemudian meletakkannya )
:( menyanyi) “ aku pulang….
Tanpa uang… kuterima caci makimu….”
(Jeng tari dan merah tiba-tiba datang dan terkejut melihat
ayah pulang)
Merah ( melipat tangannya ke dada )
:”iiyuuuhhh”
Jeng tari (
memalingkan muka )
: “ juhhh”
Ayah ( menyesal kemudian menghampiri
Merah dan Jeng Tari )
:”Istriku,, anaku,,, aku gagal
merantau ke negeri seberang, aku pulang dengan kekalahan.” ( menundukan kepala
)
Jeng tari :
“ Pergi saja kau pergi tak usah kembali….”( menghindari ayah )
Ayah ( tersenyum kecut dan berjalan
masuk ke dalam rumah)
:” Putih kemana ?“
Jeng tari :
“Si Putih, lagi tidur tuh,, ya begitu tuh kerjaanya tiap hari.”
Ayah ( mengerutkan dahi dan menghampiri
Putih dan membangunkannya)
:”Putih bangun, Ayah pulang nak?”
Putih ( bangun dan senang melihat
Ayahnya)
:”Ayah pulang! (memeluk Ayahnya)
Ayah :”Kamu kenapa kok tidur disini Putih?”
Putih (tampang
melas) “Iya yah, abisnya kecapek’an gara-gara di suruh suruh sama kedua
pecundang itu tuh.”
Merah (menggerutu ke ibunya )
Ayah ( terkejut )
:” Apa??” hemmm…( geram).Apakah
benar itu semua ? ( melirik jeng Tari dan Merah )
Jeng Tari dan Merah ( serempak) :” Kaburrrr!!!!” ( berlari
bersama)
#Adegan V
Karena benci dengan Putih. Si Merah mempunyai niat untuk
memfitnah Si Putih dengan menuduhnya telah mencuri kalung kesayangan mamanya.
Merah :
(dari duduk tiba-tiba berdiri )
“Ahaa ! Aku punya
ide.” (menuju kamar mamanya dan mengambil kalung di laci meja)
“Ide untuk menyingkirkan putih. (
melihat kalung ibunya) Aku akan meletakan kalung ini di bawah tempat tidur
putih. Biar dia kena caci maki mama dan papa.” ( tersenyum jahat )
Jeng tari :”
Ngapain kamu ?” ( datang menghampiri merah )
Merah :”
Ndak puapa .“ ( tenang lalu berlari ke kamar putih )
Jeng tari :”
Ada apa sih anak itu? Membingungkan. “
Sesampainya di kamar
Putih, merah meletakan kalung itu di bawah bantal.
Merah (
berbicara sendiri )
:”
Mampus loe, biar loe dimarahin bonyok .“ (tertawa sendiri)
(Tiba-tiba jeng Tari berteriak histeris )
Jeng Tari :”
Aduhhh…. Dimana kalung berlianku ?” ( panik )
Merah (
datang menghampiri jeng Tari )
:” Emang mama taruh dimana ? Tadi
kayaknya aku lihat putih keluar dari kamar mama.. jangan …jangan….”
Jeng tari :”
Dia mencuri kalungku ! dasar kurang ajar !!”
Merah ( melipat tangan ke dadanya )
:”
Kita laporkan ke Ayah saja !!”
mereka berdua pergi mengadu ke ayahnya yang tengah duduk
membaca Koran.
Ayah (sedang membaca koran tapi
terbalik)
:” ckckck… beritanya sungguh
menyedihkan, memuakan dan amat sangat membosankan.”
Merah (
datang bersama ibunya menghampiri Ayah )
:”
Ayah..!! Ada berita fantastic.”
Jeng tari (
menyahut perkataan merah )
:”
Wonderful .“
Merah :”
Amazing. “
Jeng tari :”
Menakjubkan .“
Ayah :”
Excellent.”
Merah (
menganga )
:”
Ayah? Kenapa bacanya terbalik?” ( penasaran )
Ayah :”
Ayah kan pintar, jadi bisa baca Koran dengan terbalik.”
Merah :”
Pinter dari mana? Kalau Ayah pinter harusnya Ayah bisa cari uang….. lha
ini..??”
Jeng tari ( menyela ) :” udah udah… gak penting itu yang
penting kalung mama itu.”
Merah :”
Owh iya , maaf,, saya yang lupa. Serbu ma!!!”
Jeng tari :”
serbu serbu kamu pikir kita mau perang ? ayah? Ayah tahu tak ?”
Ayah (
masih membaca Koran dengan terbalik )
:”
Ayah tak tahu. Kan belum tahu apa yang mama mau katakan.”
Jeng tari :”
Kalung mama dicuri Putih. Huh, mama kan jengkel ,marah, menyebalkan.
Ayah (
mengerutkan dahi )
:”
Ayah tak percaya.” ( tetap membaca Koran dengan terbalik )
Jeng tari :”
Ayah selalu saja percaya pada anak itu. Tak pernah percaya pada mama.”
(pura-pura
sedih dan memelas)
Ayah (
menjawab dengan santai )
:”
Karena mama tak meyakinkan jadi mana Ayah percaya?”
Merah :”
Merah saksinya pa. Kalau putih yang mencuri kalung mama.
Jeng Tari :”Kalau gak percaya kita introgasi
saja si Putih sekarang.”
(tanganya menghantam- hamtam dan wajahnya
geram)
Merah :”Kita geledah saja mah
kamarnya Putih. (tangannya mengajak untuk ke TKP)
Jeng Tari : “Kita ke TKP.”
(menarik tangan Ayah)
Mereka bertiga
pergi ke kamar Putih. Mereka akan membuktikan bahwa si Putih yang mencuri
kalung Jeng Tari. Di kamar Putih yang berantakan melampaui kapal pecah ia
sedang tiduran sambil menggunakan headset untuk mendengarkan lagu. Dan ia agak
terkagetkan dengan kedatangan Ayah, Ibu Tiri dan Saudara Tirinya itu.
Putih :
(beranjak dari kasurnya, agak terkejut dan sambil melepas headsetnya)
“mau
ngapain ke kamar ane? What happen ? what’s go ing on?”
Merah (wajah sebal)
“Lagak loe tuh, kayak gak punya
dosa aja. Sok polos lagi. Buka topengmu !”
Putih (meraba
wajahnya)
“Gue gak pake
topeng. Ngapain dibuka? Kurang kerjaan amat loe !”
Jeng Tari : (melotot kepada Merah)
“Ih, kamu itu
gak tau diuntung ya. Kamu kan yang nyuri kalung mama.”
(memalingkan
muka)
Ayah : “Putih apa benar yang dikatakan
mamamu itu? Jawab Ayah? (marah)
Putih :”Kalung? Kalung apa? Sejak
kapan mama punya kalung?”
(berpikir
sejenak dan teringat)
“O itu, kalung
segede pete tapi imitasi itu?”
Jeng Tari : (ekspresi heran kemudian matanya
melihat sekitar dan menutup mulut Putih dengan telunjuknya)
“sssssstt, jangan keras-keras
kamu! Kan malu kalau ada yang dengar. Mama itu bingung cari kalung itu. Kamu
sembunyikan dimana ha?”
Merah : (menyela pembicaraan) “Kita
geledah aja sekarang.” (tanganya menyingkirkan Putih dari kasur Putih)
Putih : (berdiri) “biasa aja
donk.” (kesal)
Merah : (langsung menggeledah dengan
mencari di bawah bantal dan kemudian menemukan kalung itu lalu mengambilnya)
“Nah loe, ini
dia kalung mama. Kalungnya udah ketemu nih ma. (memberikan kalung pada mamanya
dengan tersenyum licik)
Putih : (mengerutkan dahi dan
mengucek mata karena bingung ada kalung
di bawah bantalnya)
Ayah : (melihat Putih dan
menggelengkan kepala)
“Ayah tak habis
pikir, kamulah yang mencuri kalung mamamu.”
Merah : (menjulurkan lidah pada
Putih)
Putih : (berpikir dengan keanehan
itu dengan telunjuk mengetuk-ngetuk keningnya. Dan akhirnya menemukan jawaban)
“eiiiitz, tunggu
dulu.” (tangannya mencegah keadaan yang memojokkannya)
“Woow, sempit
banget sih otak loe. Loe piker gue gak tahu akal bulus loe. Loe kan yang naruh
itu kalung di bawah bantal aku. Hay ohayo ngaku deh!”
(bertatap muka dengan Merah dengan
pandangan curiga)
Merah :
(melotot)
“Enak
aja loe rakyat jelata . gue gue bukan bu bu kan yang nyuri .”
Putih :
(menggerakkan tangannya)
“Bullshit
loe. Ckckck. Kalau gak nyuri ngapain loe
gugup gitu? Biasa aja donk!”
(sambil
mencolek dagu Merah)
Merah :
“eh eh eh, anuuu ehhh anuuunya.” (tergagu dan kebingungan menjawab)
Ayah :
“Sudah buktikan Putih, sekarang giliranmu membuktikan kalau Merah yang licik.”
(melipat
kedua tangannya ke dada)
Putih : (menepuk pundak Jeng Tari
yang terdiam kebingugan dengan pandangan kosong dan mulut terbuka)
“Ma yang ngambil
kalungnya itu sebenarnya Merah sendiri. Kalian tadi lihat sendiri kan waktu dia
sok-sokan geledah ini kamar. Tapi tujuannya langsung ke bawah bantal. Dan
anehnya kalung itu bener ada disitu dan lebih anehnya lagi dia gak kaget kalau
kalungnya ada disitu. Mau bukti apa lagi sekarang?”
Ayah : “Ternyata. Ckckck.” (menggelengkan kepala)
“Ada udang di
balik kepala Merah.” (mengelus kepala Merah)
Putih : “Makan tuh udang.
Hahaha.” (menertawakan Merah)
Merah (menundukkan kepala dan
berbicara dalam hati)
“Huh, aku gagal
mengerjai dia. Dasar, dasar.” (menghentak-hentakkan kaki)
Jeng Tari (memegangi kepalanya dan berjalan
keluar kamar dengan terguyur-guyur)
:”Aduh jadi
pusing.”
Adegan VI
Keeseokan harinya Putih pergi ke
sungai untuk menemui sahabatnya Si Kodok . Pagi itu di sungai, angin semilir,
sinar matahari yang hangat menemani Putih yang sedang duduk di pinggir sungai
menunggu Si Kodok muncul.
Putih (bertopang
dagu)
:”Pagi-pagi ingin
ketemu kamu Kodok! Hmm, Kodok kesini aku lagi kangen kamu, soalnya di rumah
suasananya tuh lagi… ah payah deh pokoknya.”
Tiba-tiba
terdengar suara air yang bergelembung-gelembung, menandakan Kodok datang.
Kodok (plekutuk,plekutuk)
:“Lagi galau ya
neng?” (dengan sumringah)
Putih :”Galau? Makanan apaan tuh?
Idih gak lah eyaw.”
Kodok : “Tadi kalau gak salah denger.
Eneng kangen ya sama A’a? hehe”
Putih :”Cie ileh, Ngapain kangen
sama kamu?”
Kodok :”Lha buktinya, neng nungguin
A’a. Iya donk? Benerkan?”
Putih :”Iya aja deh. Biar loe
puass.”
kodok :”Yah, puas darimana orang
belum sempet ngapa-ngapain kok puas? Hahay”
Disela-sela mereka bercanda. Tanpa
diketahui Si Putih, Si Merah datang ke sungai dan mengintipi Si Putih yang
sedang bercanda sambil bermain air dengan si Kodok. Melihat keanehan itu Merah
pun membuat kesimpulan bahwa saudara tirinya itu divonis gila.
Merah (memandangi
Si Putih dengan sembunyi-sembunyi)
:”Kasihan banget tuh
Si Putih. Canteg-canteg tapi gila. Masak bicara sama kodok. Menyedihkan.ckckck
(mengelus dada)
Setelah melihat kejadian itu Merah pun
langsung pulang. Dan Merah melanjutkan aksinya di rumah.
Merah (panik
sambil memegangi kedua pipinya)
Jeng
Tari (duduk melihat televise
sambil ngemil kemudian ia melihat Merah dengan tingkah yang aneh) ”Kamu kenapa
Merah?”
Merah (tambah
panik, mau bicara tapi mulutnya sulit dibuka)
Jeng Tari :”Tenang dulu. Ambil napas !” (tangannya ikut memberi
aba-aba)
Merah (mengambil
napas sedalam-dalamnya)
Jeng Tari :”Terus terus dan tahan ! tahan terus, sampai pagi.”
Merah (menahan
napas, karena terlalu lama dia angin pun keluar dari pantatnya)
:”thiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiit.”
Jeng
Tari (keliyengan seakan mau
pingsan karena mencium bau kentut Merah yang dahsyat luar biasa itu)
Merah (menahan mamanya yang mau
pingsan)
:”Maaf ya mah.
Maksud hati mau kentut, tapi apa daya ampasnya ngikut !”
Jeng
Tari : “Heh, jorok ?” (kaget)
Merah :”Yeeee, bercanda kaleee.”
Jeng
Tari :”Huh, ya udah. Tadi
kamu kenapa kok panik tingkat kabupaten gitu?”
Merah :”Gini mah.” (tanganya ikut
menerangkan) “ Tadikan aku kan lihat anu mah, terus aku intipin itu si anu, dan
ternyata si anu itu.. memang anu mah !” (ekspresi meyakinkan)
Jeng
Tari (menjitak kepala Merah)
:”Wey, yang
serius donk. Anu-anu terus. Dasar bawang bombay.”
Merah (agak kesakitan dan mengelus
kepala yang dijitak)
:”Eeeeh iyaa,
keceplosan. Gini-gini.” (agak membisik kepada mamanya)
:”Tadi aku
ngikutin Putih ke sungai waktu dia mau nyuci. Eh tak disangka-sangka dia tuh
malah disana ngobrol gitu sama Kodok yang ada di sungai. Pasti dia udah gila
mah.”
Jeng
Tari :”Oh gitu. Terus-terus
kamu ngapain? Si Putih kamu tegur apa kamu tanyain gitu?
(ekspresi
penasaran dan memandang merah)
Merah :”Ya gak lah. Aku tadi kan
panik gitu mah, jadi yaa terus aku langsung pulang kerumah bilang sama mamah
ini.”
(mengetuk dagu
dengan telunjuk) ”Wah, gaswat ini. Sakit jiwa itu menular gak ya mah? Merah kan
takut kalau ketularan dia.” (ekspresi cemas)
Jeng
tari :”Makanya , kamu kagak
usah deket-deket sama dia. Nanti kalau kamu ketularan kan takutnya kalau lebih
parah dari dia gituh, gimana coba. Mama juga kan yang repot.”
Merah :”Ah, brilian sekali ide mama.
Hahaha” (tertawa)
Jeng
Tari :”Capek deh.”
Putih pun pulang dari sungai sambil
membawa ember cucian dengan ekspresi sumringah karena sudah dihibur oleh kodok
tadi.
Putih :”Senangnya
hatiku turun panas demamku. Kini aku bermain dengan riang.”
(berjalannya
sangat lincah)
Merah (melihati
Putih)
:”Orang
tak waras itu pulang.” (melipat tangan kedada)
Jeng Tari :”Ayo sikat aja dia.” (mengajak Merah)
Merah :”Bentar
dulu mah.” (mencari-cari)
Jeng Tari :”Ngapain kamu?” (menatap merah dengan heran)
Merah :”Nyari sikat mah. Katanya mau
nyikat si Putih. Gimana sih mamah.” (bersikap sok pintar)
Jeng
Tari :”Aduh kamu itu kenapa
tertular virusnya si Putih sih.” (menepuk dahi)
:”Semakin hari
kok semakin oneng saja.” (gemas)
Putih (berhenti dari jalannya
karena melihat Jeng tari dan Merah yang agak ribut)
:”Ngapain lagi 2
cecurut itu,mungkin pada meributkan kebloonannya kali yak.”
Jeng
Tari (melihat Putih dengan
sinis)
:”Ngapain kamu
liatin kita-kita? Iri ya sama keimutan kita.”
Putih :”Ndak puapa. Iseng.”
(melanjutkan berjalan)
Merah :”Dasar tidak tahu malu. Orang
gila.”
Putih (berhenti lagi)
:”Siapa yang
gila? Kalian yak?” (menunjuk ke Merah dan Jeng Tari)
Jeng
tari :”Enak ajah
kamu.Sembuarangan. Apa lihat-lihat terus? Sana pergi !”
Putih (menentang)
:”Suka-suka
donk. Situ ngejual sini ngebeli.”
Merah :”Eh mah jangan gituh. Entar
dia ngamuk lagih. Ayo lari saja.”
(menarik
tangan mamanya)
Jeng Tari :”Bagus itu. Biar ngamuk sekalian terus tinggal diiket
pake tali deh.”
Putih :”Eits tunggu dulu. Kalau
kalian bilang aku gila. Terus kenapa kalian bisa tahu bahasa orang gila. Yang
gila itu sebenarnya ente-ente itu.” (berlalu pergi)
Merah :”Aku salut sama Putih mah.
Meskipun dia gila tapi tetap aja pinter nyari alasan.”
Jeng
Tari :”Sialan dia ngatain
kita gila. Ayo kita lapor ke papa sekarang.”
Ayah
pun datang tanpa diundang.
Jeng
tari :”Pucuk dicinta ulam
pun tiba.”
Ayah :”Ulam siapa mah? Tetangga
baru yah?” (berjalan mendekat)
Jeng
Tari :”Aduh keluarga ini.”
(jengkel) “Kenapa pada o’on semua sih.”
Ayah :”Aduuuh, capeknya habis
tidur.” (menguap dan merentangkan tangan)
Merah :”Papa tau tak?” (mendekati
Ayah)
Ayah :”Papa tak tau.” (cuek
sambil bertopang dagu)
Merah :”Kalau begituh Merah kasih
tahu nih. Papah si Putih itu gila lho.”
Ayah :”Ah, yang benar saja
kau.” (kaget)
Jeng
Tari :”Merah pah, tadi itu
melihat dengan mata Merah sendiri.” (menunjuk mata Merah) “kalau Putih itu
berbicara dengan Buaya. Aneh kan?”
Merah
(matanya tidak sengaja
terculek mamanya)
:”Aduh. Kalau
papa tidak percaya. Besok kita buktikan. Kita intip si Putih saat dia nyuci Di
sungai.”
Ayah :”Terserahlah.” (ekspresi
datar)
#Adegan
VII
Esok harinya, seperti yang diharapkan
Merah dan mamanya, Putih pergi ke sungai lagi. Diam-diam putih diikuti oleh
Ayah, Merah dan Jeng Tari. Sesampainya di sungai seperti biasa Putih duduk di
tepi sungai mencuci baju-baju dengan di temani oleh Kodok sahabatnya.
Kodok :”Hai
Putih..”
Putih :”Hai
juga Dok! Wkwkwk,” (cekikikan sendiri sambil mengucek-ngucek cucian)
Kodok :”Kamu
kenapa kok kegirangan gitu!”
Putih :”Hahahaha..”
(tertawa)
:”Iya nih. Masak nih
ya, kemarin tuh ternyata waktu aku ke sungai. Si Merah ngikutin aku. Terus
ngintipin aku deh.”
Kodok :”Oh, lha terus apanya yang
lucu?”
Putih :”Masalahnya itu. Dia ngira
kalau aku gila soalnya bicara sama kodok.”
(masih
mengucek-ngucek)
Kodok :”Hah, kasihan benget kamu
Putih. Gara-gara aku kamu dikirain gila.” (sedih)
Putih :”Halah, gak apa-apa kale.
Udah biasa banget aku digituin sama Si Merah. Kamu gak usah merasa bersalah
gitu deh.”
Kodok :”Hmm, syukurlah.”
(mengangguk)
:”Putih
sebenarnya aku itu punya rahasia. Dan aku harus ceritakan rahasia ini ke kamu.”
Putih :”Wew, emang Kodok punya
rahasia juga toh?” (menggoda)
Kodok :”Putih aku serius.”
(ekspresi serius)
Putih :”heh? Iya iya gimana?
(berhenti mencuci dan memandang Kodok)
Kodok :”Sebenarnya aku adalah
seorang pangeran yang di kutuk menjadi seekor kodok karena kesalahanku yang
amat besar.”
Putih :”Ah yang bener!”
(terkejut)
:”Pangeran apah?
. Pangeran gombal yah.”
Kodok :”Hehee. Kok tau?” (nyengir)
Putih :”Keliatan lah. Loe kan
hobinya ngegombal.”
Kodok :”Eh Putih. Kamu bantuin aku
gak. Soalnya Cuma kamu yang bisa bantuin aku.”
(tampang melas)
Putih :”Iya
maul ah. Kita kan teman. Bantuin apa?”
Kodok :”Janji dulu donk.”
Putih :”Iya deh janji.”
Kodok :”Kutukanku ini akan hilang
jika dicium oleh orang yang aku taksir. Dan yang aku taksir itu kamu Putih.”
Putih :”Alamak! Jadi loe itu
naksir sama gue ye? (berdiri) Emang.. Resiko oaring cantik disukai banyak
lelaki. ” (menyanyi)
:”Kalau udah
canteg gini, ya Kodok pun kelepek-kelepek.”
Kodok :”Iya terus gimana. Mau apa
kagak?”
Putih (duduk lagi) ”So pasti! Apa
sih yang enggak buat kamu.” (menggoda)
:”Eh bentar,
tapi tadi kamu gak makan pete kan?”
Kodok :”Enggak, tenang aja! Cuma
makan jengkol kok.”
Putih :”Lhah, bagus itu.”
(mengacungkan jempol)
Buaya (bicara dalam hati)
:”Dasar gadis
super aneh.”
Putih :”kalo gitu sekarang….”(mulai
memejamkan mata dan memajukan wajahnya ke Kodok)
:”Emmm….”
Kodok (mulai mencium bibir Putih,
tapi belum sampai mencium tiba-tiba tubuhnya seperti ada yang menarik dari
belakang)
:”Eh eeeh ehh?”
(berubah menjadi
pangeran tampan)
Putih (masih posisi seperti tadi)
:”Kok lama
banget nyiumnya, kamu keenakan ya?”
Pangeran (bereksien sok kegantengan)
:”Heh !”
(tiba-tiba terdiam melihat bibir Putih lalu menelan ludah)
(terpikir untuk
mencium Putih karena tadi belum sempat tercium) “Eeemuu….”
Putih (membuka matanya dan kaget melihat
Pangeran Kodok yang mau menciumnya)
:”AAaaaa!”
(berteriak) “Siapa kamu?” (kemudian berdiri)
Pangeran (berdiri)
:”Ini aku si
Kodok. Aku sudah berubah Putih !” (tersenyum bahagia)
Putih (heran)
:”hah, kok
bibirnya gak monyong?”
Pangeran :”ya udah aku monyongin dulu !”
Putih (berpikir sejenak)
:”Jadi aku tadi
dicium sama orang ganteng donk! Aiiiih,” (menggigit jari)
Pangeran :”Huuuh..” (menghela nafas melihat
tingkat Putih)
:”Padahal
tadikan aku belum jadi nyium.” (bicara pelan) “hiks,hiks” (sedih)
Putih (bertatap muka pada
pangeran Kodok)
:”Bagaimana
kalau kita jodoh?”
Pangeran :”Benarkah? Semoga saja. Betapa
senang jika memang begitu.” (tersenyum)
Putih :”Ternyata kamu sangat
menkjubkan pangeran.” (berkedip-kedip)
Pangeran (memegang pundak Putih)
:”Aku
sangat-sangat menyukaimu Putih. (tatapan tajam)
:”Pesonamu
terlalu menyilaukan mataku hingga aku tak bisa melihat wanita yang lainnya.”
Putih (nyengir kegirangan)
:”Sejak kapan
itu pangeran?”
Pangeran :”Apa kau tidak bisa merasakan
cintaku ini?” (sedikit kecewa dan melepaskan tangan Putih dan berpaling muka)
Putih :”Emang cintamu rasa apa?”
(menghadap pada wajah pangeran Kodok)
Pangeran :”Rasa apel. Puass kau?” (ketus dan
memalingkan muka lagi)
Putih :”yah ngambek segala.
Jangan ngambek donk pangeran!” (menghadap pangeran lagi)
Pangeran (memegang pundak Putih dan menatap
dalam-dalam)
:”Aku sudah
terkena kailmu. Mengapa kau tidak menarik kailnya?”
Putih (menjadi gerogi dan
tatapanya kemana-mana)
:”Broooot..!” (menutupi
Pantatnya)
Pangeran (terkejut dan langsung menutup
hidung)
:”Hey, bom
molotop siapa itu tadi?”
Putih :”Maaf, habis kalau grogi
aku kentut.”
Pangeran (sebal) “yaudah gak apa-apalah.”
Putih :”Jangan membuatku
bingung.”
Pangeran :”Putih akuuuuuuuuu..”
Saat Pangeran ingin mengatakan sesuatu
pada Putih. Tiba-tiba Ayah, Jeng Tari dan Merah keluar dari persembunyian
mereka saat mengintip. Karena bingung dan khawatir dengan Putih, Ayah pun
menanyakan apa yang terjadi.
Ayah :”Pu..
Putih” (berjalan mendekati Putih dan memegangi tangan kanan Putih)
:”Apa
sebenarnya yang terjadi?”
Putih :”Ayah,
Ibu, Merah… aku bisa jelaskan semua ini.”
Merah :”ssssst,
tak usah kau jelaskan.” (menatap genit Pangeran)
Pangeran :”Aku yang akan jelaskan semua.”
Jeng tari :”Apa yang akan kau jelaskan pada kami?” (sinis)
Pangeran :”Aku adalah seorang Pangeran dari Kerajaan nan jauh di
sana.” (memandang jauh)
:”Tapi karena aku
melakukan sesuatu kesalahan yang besar. Akhirnya aku pun dikutuk menjadi kodok oleh
penyihir istana. Kemudian aku bersahabat dengan Putih. Kutukan itu akan hilang
jika aku dicium dengan tulus oleh gadis yang aku cintai.” (memandang Putih) “Dan
akhirnya aku bisa berubah menjadi ganteng lagi.”(bereksien kegantengan)
Jeng
Tari :”Jadi Putih tidak jadi
gila donk.” (kecewa)
Pangeran (ekspresi datar)
:”Tentu saja.
Yang gila itu kan kalian berdua. Anda dan Merah.” (menunjuk Jeng Tari dan
Merah)
Merah (memegangi pipinya dan cengir)
:”Aaaah, mama
dia tahu nama aku. Hahay.” (menyenggol tangan mamanya)
Pangeran :”Aku juga tau. Kalau kalian sering
menindas Putih. Kalian itu tidak punya hak menindasnya, apalagi kalian kan
numpang di rumah Putih.”
Jeng
Tari & Merah (menundukkan kepala dan terdiam takut)
Putih (menganga mendengar
kata-kata Pangeran)
Ayah (memegang kepala)
:”Apa-apaan
ini?”
Pangeran :”Tuan, Mereka berdua itu diam-diam
sering menindas Putih. Putih kerap cerita sama saya.”
Ayah (melotot)
:”Apa? Jadi anakku?”
Putih :”Tenang Ayahku. Inikan kan
emansipasi Bawang Putih. Jadi yang menindas akan menjadi tertindas.” (mengepal)
Pangeran&Ayah (serentak dan mengacungkan
jempol)
:”Kita
suka gaya loe!”
Disisi lain ternyata Merah terus saja
memandangi pangeran. Dia pun terpesona dengan kegantengan pangeran yang bisa dikatakan
limited edition, karena memang dia
belum pernah melihat orang yang seganteng pangeran.
Merah (memandangi
wajah pangeran dan tersenyum-senyum sendiri)
Jeng Tari :”Eh kamu ngapain sih Merah senyum-senyum gitu dari
tadi.”
Merah :”Mah
aku terkena panah.”
Jeng tari :”Siapa juga yang mau manah kamu?”
Merah :”Panah
asmara mamah !” (kesal)
Jeng Tari :”Ya ampyun!”
Merah :”Yah
dia itu ganteng banget mamah. Apalagi lihat aja tuh idungnya runcing kan.”
Jeng Tari :”Halah, lupakan!” (mencubit pipi Merah)
Merah :”Jangan
gitu mah. Kan biasanya mama juga doyan ama berondong.”
Jeng tari :”Ya kalau dianya mau. Mama juga mau sih.” (malu-malu)
Merah :”tuh
kan kumat. Tapi dia buat aja ya mah!”
Jeng Tari :”Yeee, kamu sih mincing-mancing segala.”
Merah :”huhuhu..”
(merengek)
#Adegan VIII
Saat semua sedang melakukan kegiatan
seperti biasanya. Ayah membaca Koran dengan terbalik, Jeng Tari dan Merah
menonton televisi dengan serius, dan Putih mengepel lantai. Tiba-tiba pangeran
datang dengan menaiki permadani terbangnya.
Pangeran (turun dari permadani) “Assalamualaikum !”
Semua orang rumah pun menjawab sambil
keluar melihat tamu yang datang.
Ayah :”Wa’alaikumsalam.. mari masuk, silahkan masuk pangeran.”
(mempersilahkan pangeran)
Merah (langsung menyuruh pangeran
duduk di kursi dengan semangat sekali)
:”Pangeran
silahkan, hehe. Tidak usah sungkan deh. Anggap aja rumah sendiri.”
Jeng
tari (ikut duduk didekat
Ayah dan menyela) “Ih, enak aja rumah sendiri dari mana.” (sinis)
Ayah :”Tenang-tenang.
Ada apa gerangan pangeran datang kemari?”
Pangeran (bersikap risih dengan sikap Merah) “Tuan saya kesini
ingin melamar putri tuan.”
Putih (sedang
mengepel lantai dan agak terkejut mendengar ucapan pangeran tadi)
:”Haaaah?”
Merah :”Pasti
mau melamar gue..” (dengan girang dan sangat PD)
Putih (meletakkan kain pel, ia
sedih dengan memalingkan muka dari pangeran kemudian berlari ke kamarnya)
“huhuhuuu.”
Merah (menghadapkan wajah pangeran
ke wajahnya untuk menghalangi pangeran yang dari tadi melihati Putih) “Pangeran
mau melamar aku kan? Iyakan? Aku bakal menjadi permaisuri pengeran.” (girang
dan terus memegangi wajah pangeran karena gemas)
Pangeran (melihat-lihat ke arah perginya
Putih)
Jeng
Tari (meyakinkan Pangeran)
“Iya pangeran. Udah deh pangeran. Kalo emang mau menikahi Merah, ya nikahin
ajah. Gak usah malu-malu kayak gitu. Merah aja udah ngebet gitu. Tapi inget ya
pangeran maharnya itu ya kalo bisa yang banyak. Hehehe.”
Ayah (menyenggol jeng Tari
karena malu) “Kamu itu. Malu-maluin aja.” (berbisik)
Jeng
Tari :”Kenapa harus malu?
Ayah itu gak usah sok munafik deh.”
Pangeran (melepaskan diri dari Merah yang
dari tadi terus menggodainya) “Tolong hentikan.
Ehem-ehem.” (melepas napas untuk menenangkan diri)
(memandangi
Ayah, Jeng Tari dan Merah dengan serius) “Saya kemari ingin melamar Putih. Bukannya
Merah.,ketahuilah tuan dan nyonya. Saya tegaskan lagi bahwa saya datang kesini
untuk melamar Putih. Pe-Uw-Te-ii-Ha.”
Merah :”Apah?” (terkejut sambil
berdiri)
(kemudian
bernyanyi) “Jangan kau tolak dan buatku hancur. Ku tak akan mengulang tuk
meminta. Satu keyakinan hatiku ini. Akulah yang terbaik bagimu.”
Pangeran (menghentikan Merah dan mencari
Putih ke kamarnya)
Putih (mengelap air matanya dan
melihat pangeran) “Pangeran?”
Pangeran (memegang tangan Putih dan mengajak Putih keluar kamar)
:”Aku ingin sekali Putih menjadi
permaisuriku.”
Merah (jengkel
dan merengek-rengek)
:”Ih,
mama !” (tangannya meremas tangan mamanya)
Jeng Tari :”Sialan banget si Putih.” (menggigit tangannya yang
dikepal)
Ayah :”Kalau
saya sih setuju saja. Tinggal Putih itu mau apa tidak?”
Putih :”
Kalau saya mah kagak usah ditanya yah,” (merenges)
Pangeran :”Jadi besok kita akan ME-NI-KAH.”
Merah (langsung
lemas dan pingsan menimpa mamanya)
Jeng Tari (memegangi Merah) ”Eh eh eh…! Merah jangan begitu ah.”
Pangeran :”Calon mertua. Kalau begitu Putih
sekarang juga saya ajak kekerajaan untuk mempersiapkan pernikahan kita besok.”
(menarik tangan Putih dan mengajak menaiki permadani terbangnya)
Ayah :”Oh iya. Silahkan calon
menantu.” (mempersilahkan)
Pangeran
dan Putih menaiki permadani terbang dan Ayah mengantarkan sampai di pagar
rumah.
Putih (memandang Ayahnya sambil
melambaikan tangan)
Ayah (melambaikan tangan dan
tersenyum lega)
:”Hati-hati
kalian.”
Jeng
Tari (muka panik)
:”Woeeeee,
bantuin ngapa sih!” (merengek-rengek sendiri)
Tamat
E.Amanat
Tidak
semua orang itu mudah ditindas begitu saja. Putih adalah sosok gadis yang
berani memberontak dan membela dirinya dengan kecerdikannya, saat ia ditindas
oleh Ibu dan saudara tirinya.Dan perlakuan jahat itu tak perlu kita berusaha
untuk membalasnya, karena dengan sendirinya mereka juga akan mendapat balasan
yang setimpal. Cukup kita menanggapi dengan bijak agar bisa mengambil
hikmahnya. Berkat kesabarannya, akhirnya Putih pun dapat merengkuh
kebahagiaannya kembali dan hidup bahagia dengan pangeran.
merah dan pangeran kodok ^,^
Hyakakaka potone...
ReplyDeleteahaahaa,, pangeran kodoknyaa canteg yakk ^^
ReplyDeletea iuuuuuuuuuuu
ReplyDelete