hanya berisi karya sastra yang berawal dari curahan tugas belaka hehehe

Your name

www.your-url-here.com
Your own description here. Edit it.
About Me
Replace this with your own description here. Go to "Edit HTML" to change this.

Wednesday, May 16, 2012


A.Sinopsis
            Ia adalah gadis yang berani nan rajin tapi suka sok-kecantikan. Bawang Putih namanya dan kerap dipanggil Putih. Ia mempunyai ibu tiri bernama Jeng tari dan saudari tiri bernama merah. Mereka berdua itu memang pasangan anak dan ibu yang sangat serasi karena sama-sama jahat dan centil. Karena ayah Putih merantau ke negeri nan jauh disana, jadi Putih harus tinggal bertiga saja bersama Jeng Tari dan Merah selama bertahun-tahun.
            Selama itu pula Jeng Tari dan Merah kerap menindasnya. Bahkan memperlakukannya seperti pembantu di rumahnya sendiri. Walau begitu Putih tetap tegar dan menaggapi perlakuan itu dengan santai. Meskipun terkadang ia pun, tidak tahan dan bersedih. Untungnya Putih masih mempunyai sahabat untuk mencurahkan isi hatinya dan bisa menghiburnya. Sahabatnya itu bukanlah seorang manusia, melainkan kodok ajaib yang bisa bicara.Putih sudah bersahabat dengan kodok itu sejak lama.
            Suatu hari ayah Putih pun pulang dari perantauannya. Hal ini pun membuat keadaan lebih baik karena Jeng Tari dan Merah tidak bisa seenaknya menindas Putih karena pasti akan dibela ayahnya. Tapi bukan berarti mereka berhenti menindas Putih. Mereka berdua selalu berusaha agar ayah memarahi Putih dan tidak selalu membela Putih. Namun usaha-usaha mereka selalu gagal.
            Di sisi lain, ternyata si Kodok ajaib yang menjadi sahabat Putih selama ini adalah seorang pangeran yang dikutuk menjadi kodok. Pada suatu hari si Kodok meminta Putih untuk menciumnya untuk menghilangkan kutukan itu. Demi sahabatnya, Putih pun mau melakukan hal itu dengan tulus. Berkat ketulusannya, si Kodok berubah menjadi pangeran yang amat tampan. Sampai-sampai si Merah pun terpesona dengan ketampanannya. Beruntungnya sang pengeran telah jatuh cinta pada Putih dan menjadikan Putih menjadi permaisurinya.

B.Setting

Tempat
Waktu
Suasana
Adegan I
Kamar Putih
Pagi
Ribut
Adegan II
Sungai
Siang
Santai,Tenang
Adegan III
Rumah
Sore
Gaduh
Adegan IV
Ruang Tamu
Pagi
Mengharukan
Adegan V
Kamar Jeng Tari dan kamar Putih
Siang
Tegang
Adegan VI
Sungai kemudian Rumah
Pagi dan Siang
Senang dan Penuh kesalahpahaman
Adegan VII
Sungai
Pagi
Romantis dan mencengangkan
Adegan VIII
Rumah
Siang
Bahagia dan Romantis






C.Perwatakan
Nama
Sebagai
Watak
Rahmatika Agustina
Bawang Putih
Berani,Cerdik,Riang,Jail,Sok Kecantikan
Nastiti Handayani
Bawang Merah
Licik,Bodoh,Centil,Pemalas
Dwi Lestari
Jeng Tari
Galak,Centil,Matrealistis
Niken Indriyani
Ayah
Tenang,Bijaksana
Rizky Amalia Isnawati
Pengeran Kodok
Baik,Suka ‘gombal’, Sok kegantengan


D.Naskah Drama
Emansipasi Bawang Putih

Suara ayam yang berkokok membangunkan sang mentari untuk memberikan kehangatan pada semua penghuni rumah sederhana itu.Ramainya esok itu membangunkan sosok wanita  galak nan angkuh.
Tentulah dimana ada keangkuhan pasti ada yang di tindas.Ditengah pagi yang hangat, di sisi lain juga terlihat sesosok gadis tidak cantik dan tidak jelek tapi sederhana terbangun dari tidurnya.Dan inilah kisah seorang gadis yang cerdik dan sabar namun tak selamanya mau hidup dengan ditindas oleh keluarganya. Untungnya ia masih punya sahabat meskipun hanyalah seekor kodok yang bisa bicara tapi bisa menghiburnya.
Ialah Bawang Putih , hidup dengan kakak tirinya , Bawang Merah dan ibu tirinya yakni Jeng Tari.Putih telah hidup dengan mereka selama 4 tahun.Semenjak ayahnya pergi merantau ke negeri sebrang,Putih kerap ditindas oleh mereka berdua.

#Adegan I
Pagi hari,di sebuah kamar yang tidak sewajarnya sebagaimana milik seorang anak perempuan .Kamar yang berantakan penuh dengan sampah makanan ringan,baju kotor dan perlengkapan mandi di mana-mana.
Putih                     (menguap sambil merentangkan kedua tangannya)
                                : “Hoahhh……capek banget badanku.Kayaknya habis kerja romusha.Aooouuhhh”
Merah                  (menendang kaki Putih dengan kaki kanannya)
                                :”Hey orang teraniaya bangun loe!”(membentak Putih)
Putih                     (tergeser dari tempat tidurnya) (kembali menguap dan tidur kembali)
Merah                  (gusar dan berdiri sambil berkacak pinggang)
                                :”Gila loe ya,malah tidur lagi.”
Putih                     :“Hmmm.Ya iyalah.”
(Merah mengambil baju-baju kotornya,menyuruh Putih untuk mencucinya)
Merah                  (melempar baju ke arah Putih)
:”Nie loe cuciin baju kotor gue sampai bersih. Harus disikat sekuat tenaga kalau perlu sampe robek pokoknya.Titik ya.Gak pakai koma.”
Putih                     (memakai baju Merah untuk menyelimuti dirinya)
                                :”Hmmm.Makasih ya?”
Merah                  (melipat tangannya kedada)
:”Buju busheeet ini emang dasar orang teraniaya,gue suruh nyuciin baju gue malah                                      dipakai selimutan.”
Putih                     (membuka mata  kemudian duduk bersila)
                                :”owh ini  bajumu? Pantesan bau amis.Hiii (memegang baju Merah dengan jijik)
Merah                  (mendekati Putih , menariknya untuk berdiri)
                                :”Sialan loe! Dasar kecebong anyut!”
Putih                     (berhadapan dengan Merah)
:”Biarin , masih cantikan juga gue dari pada loe tomcat gatel.”(menjulurkan lidahnya kepada Merah)

Di tengah perdebatan Putih dan Merah , datanglah Jeng Tari.Jeng Tari dengan wajah sinis menegur mereka berdua karena merasa terngganggu dengan keributan mereka.
Jeng Tari              :”Apa-apaan ini.Pada ribut semua.”
Merah                  :”Ini nie Ma,kecebong anyut enggak mau nyuciin bajuku.”
Jeng Tari              (menatap Putih)
                                :”Owh, dah berani ngelawan kamu ya..?”
Putih                     (menjawab dengan santainya) (memalingkan muka)
                                :”Dia kan udah gede , ngapain mesti aku yang nyuciin bajunya?”
Jeng Tari              (mendekati Putih)
                                :”Minta di jewer  kamu ya..?Hah..”
Putih                     (memegang telingannya agar tidak dijewer)
                                :”e e e  e enggak,gak Ma.Ampun.Ampun Ma.”(memohon)
                                :”Iya-iya aku cuciin.Tapi……”
Jeng Tari              :”Tapi..,tapi apa?Ayo bilang.”
Putih                     :”Tapi…..
                                (mengambil baju kotor  Merah)
:”Tapi ……..Sekarang gue mau………Lariiiiiii…….. (melempar baju kotor  Merah kearah   ibunya)
Jeng Tari              (membuang baju merah dan menginjak-nginjaknya dengan kesal)
:”Dasar,anak sialan ! Jangan lari kamu !”   (mengejar  Putih)
Merah                  :”Aduh, mama ini kan baju aku….”
                                (mengambil bajunya dan merengek-rengek)

#Adegan II
Di sungai, tempat Putih untuk menenangkan hati dan pikirannya.Ia duduk bersila sambil bertopang dagu.Suara gemericik air menemani Putih di sungai pagi itu.Ia pun memulai untuk mencuci baju  milik Merah.Di sela-sela ia mengambil baju kotor Merah , tiba-tiba si Kodok datang.Ia adalah teman Putih sekaligus tempat Putih untuk mencurahkan isi hatinya.
Kodok                   :”Putih?”
Putih                     (menjawab dengan lesu sambil memegang baju kotor Merah)
                                :”Apa?”
Kodok                   :”Kenapa kamu kok manyun?”
Putih                     :”huft, emang dari sananya manyun.”
Kodok                   :”Sama dong kayak aku,hehehe”
Putih                     :”Enak aja, kamu kan monyong bukan manyun. Huh”(sebal)
Kodok                   :”ow ya ya. Saya yang lupa”
Putih                     :”Aku lagi sedih tau.”
                                (menundukkan wajah)
Kodok                   :”yee…kan udah aku hibur. Loe kangen ya sama gue?”
Putih                     :”Jangan bercanda dong. Enak aja loe.”
kodok                   :”Terus, ngapain lo gak kangen loe ada disini?”
Putih                     :”Kamu gak lihat ya? Aku kan bawa pakaian kotor punyanya mak lampir. Udah pasti gue kesini  mau nyuci.”(melotot kearah Kodok)
Kodok                   :”Ow, jadi gara-gara itu tow?”
Putih                     :”Lho bajunya yang biasa sih gak papa,tapi ini baunya mbadheg banget”(mengangkat baju merah dengan jijik dan menutup hidungnya)
Kodok                   :”Masak sih?”(gak percaya)
Putih                     (menyodorkan baju kotor Merah ke depan muka buaya)
                                :”Nie cium nie , kalau gak percaya.”
Kodok                   :”Ya Allah…….”Baunya , ckckckckck.Masyarakat.”
Putih                     :”Ya udah deh, pergi kamu sana.Aku mau nyuci dulu.”
Kodok                   :”Yaahhh..,Aku  di usir.Ya udah deh , gak papa.Penting udah lihat kamu.Bye Putih.”
(Putih melanjutkan mencuci baju kotor milik Merah)

# Adegan III
Putih selesai mencuci baju Merah.Ia pun pulang ke rumah.Dengan langkah lunglai masuk ke rumahnya.Sesampainya ia di ruang tamu ia melihat sampah berserakan dimana-mana.Ibu dan Merah malah tidur di kursi ruang tamu.
Putih                     (meletakkan ember tempat baju Merah yang selesai ia cuci)
:”Yiiiiaahh,sampai di rumah malah di suguhi beruang dan gajah  yang tidur. Huh, malah rumah dibikin berantakan gini lagi. Aku kan capek.
(melihat ada lipstik) “Aah, aku kerjain ajain orang.” (mengambil lipstick itu dan mulai mencoret-coret wajah mamanya)
:”Haha. Mumpung ane lagi baik, ane kasih jasa ngerias wajah gratisan deh. Biar kayak Lady Gaga gituh. Nah, kalo gini kan lumayan. Seremnya gak keliatan.”
:”Alamak, mak Lampir pake bangun lagih.” (menyembunyikan lipstick)
Jeng Tari              (tiba-tiba bangun dari tidurnya dan meraba-raba wajahnya)
                                :”Eh apaan sih. Kok geli-geli enak gimana gitu yaa.”
Putih                     (cengengesan melihat mamanya)
Merah                  (terbangun mendengar suara mamanya, kemudian melihati wajah mamanya dan tertawa) “Hahahahaha. Itu kenapa muka mama?”
Jeng tari               :”Emangnya kenapa?”
Merah                  (mengambil cermin dan memberikan pada mamanya)
                                :”Nih liat aja sendiri deh. Hahaha.”
Putih                     (menahan ketawa)
Jeng Tari              (terkejut dan berteriak histeris) “Aaaaaaa! Apa-apaan ini?”
Merah                  :”Merah juga gak tau mah.”
Jeng tari               (melihat pada Putih) “Ini pasti kerjaan kamu yaaa?”
Putih                     (pura-pura tidak tahu apa yang terjadi)
Jeng tari               :”Ambilin kapas sama pembersih di kamar mama sekarang.” (mendorong Putih)
Putih                     :”iya mpir !” (menuju kamar jeng Tari)
Merah                  :”Tapi, gak jelek-jelek banget kok ma. Haha.”
Jeng Tari              :”Diam kamuh!” (bercermin terus)
Putih                     (memberikan kapas pembersih pada Jeng  Tari)
Jeng tari               (mengambil sapu dan memberikannya pada Putih)” Ini nie sapu seluruh ruangan ini.”
Putih                     :”Sampeyan nyuruh saya?”(menunjuk dirinya sendiri)
Jeng Tari              :”Wah ngajak rebut nie anak?”(berkacak pinggang)
Putih                     :”Nggak,nggak . Cuma bercanda mak brow.”
                                (mengangkat tangan membentuk tanda damai)
Jeng Tari              :”Kalau begitu cepat sana menyapu.”(menyuruh Putih)
Merah                  :”Yang bersih yaaaa!” (meledek Putih)
Jeng Tari              (selesai membersihkan wajah dan kemudian mengajak Merah berkaraoke) ”Ayo  Merah.Kita berkaraoke untuk menghilangkan stres.”
Merah                  (dengan semangat) ”Oke Ma.Cappcussh.”
Jeng Tari              :”Less ggoowwww..!”

(mereka mulai menyiapkan peralatan untuk berkaraoke)
Merah                  (mengambil mic dan mulai bernyanyi)
:”Seluruh kota  merupakan tempat bermain yang asyik,oh senangnya aku senang sekali….”
Jeng Tari              (melanjutkan lagu yang di nyanyikan Merah)
:”Kalau begini akupun jadi sibuk.Berusaha mengejar-ngejar dia,matahari menyinari semua perasaan cinta tapi mengapa……”
Putih                     (datang dan menyahut lagu yang di nyanyikan Ibunya lalu ia menyanyi dengan menggunakan sapu)
                                :”Hanya aku yang di marahi……”(sangat menghayati)
Merah                  :”Di musim panas merupakan hari bermain gembira….”
Putih                     (menggunakan sapu menjadi gitar)        
:”sang gajah terkena flu pilek tida henti-hentinya.Sang beruang tidur dan tak ada yang berani ganggu dia.Oh sibuknya aku sibuk sekali….”
merah pun berhenti menyanyi karena menyadari Putih ikut bernyanyi.Jeng Tari menyuruh Putih untuk melanjutkan pekerjaannya.Merah dan Jeng Tari meniggalkan Putih.
Jeng Tari              (melihat Putih dan meletakan mic)
:”Ih, malah ikut-ikutan.Sana,selesaikan pekerjaanmu dulu!”
Merah                  :”Ayo kita pergi saja Ma.”
Putih                     :”pergi aja sana.” (berbicara pelan)

#Adegan IV
Di ruang tamu , putih selesai membersihkan ruangan.  Karena terlalu lelah ia pun tertidur sampai pagi. Tidak disangka ayahnya pulang setelah sekian lama pergi merantau.
Ayah                      ( datang dengan membawa tas besar kemudian meletakkannya )
                                :( menyanyi) “ aku pulang…. Tanpa uang… kuterima caci makimu….”

(Jeng tari dan merah tiba-tiba datang dan terkejut melihat ayah pulang)
Merah                  ( melipat tangannya ke dada )
                                :”iiyuuuhhh”
Jeng tari               ( memalingkan muka )
                                : “ juhhh”
Ayah                      ( menyesal kemudian menghampiri Merah dan Jeng Tari )
:”Istriku,, anaku,,, aku gagal merantau ke negeri seberang, aku pulang dengan kekalahan.” ( menundukan kepala )
Jeng tari               : “ Pergi saja kau pergi tak usah kembali….”( menghindari ayah )
Ayah                      ( tersenyum kecut dan berjalan masuk ke dalam rumah)
                                :” Putih kemana ?“
Jeng tari               : “Si Putih, lagi tidur tuh,, ya begitu tuh kerjaanya tiap hari.”
Ayah                      ( mengerutkan dahi dan menghampiri Putih dan membangunkannya)
                                :”Putih bangun, Ayah pulang nak?”
Putih                     ( bangun dan senang melihat Ayahnya)
:”Ayah pulang! (memeluk Ayahnya)
Ayah                      :”Kamu kenapa  kok tidur disini Putih?”
 Putih                    (tampang melas) “Iya yah, abisnya kecapek’an gara-gara di suruh suruh sama kedua pecundang itu tuh.”
Merah                  (menggerutu ke ibunya )
Ayah                      ( terkejut )
:” Apa??” hemmm…( geram).Apakah benar itu semua ? ( melirik jeng Tari dan Merah )
Jeng Tari dan Merah ( serempak) :” Kaburrrr!!!!” ( berlari bersama)

#Adegan V
Karena benci dengan Putih. Si Merah mempunyai niat untuk memfitnah Si Putih dengan menuduhnya telah mencuri kalung kesayangan mamanya.
Merah                  : (dari duduk tiba-tiba berdiri )
“Ahaa ! Aku punya ide.” (menuju kamar mamanya dan mengambil kalung di laci meja)
“Ide untuk menyingkirkan putih. ( melihat kalung ibunya) Aku akan meletakan kalung ini di bawah tempat tidur putih. Biar dia kena caci maki mama dan papa.” ( tersenyum jahat )
Jeng tari               :” Ngapain kamu ?” ( datang menghampiri merah )
Merah                  :” Ndak puapa .“ ( tenang lalu berlari ke kamar putih )
Jeng tari               :” Ada apa sih anak itu? Membingungkan. “

Sesampainya  di kamar Putih, merah meletakan kalung itu di bawah bantal.
Merah                  ( berbicara sendiri )
                                :” Mampus loe, biar loe dimarahin bonyok .“ (tertawa sendiri)
(Tiba-tiba jeng Tari berteriak histeris )
Jeng Tari              :” Aduhhh…. Dimana kalung berlianku ?” ( panik )
Merah                  ( datang menghampiri jeng Tari )
:” Emang mama taruh dimana ? Tadi kayaknya aku lihat putih keluar dari kamar mama.. jangan …jangan….”
Jeng tari               :” Dia mencuri kalungku ! dasar kurang ajar !!”
Merah                  ( melipat tangan ke dadanya )
                                :” Kita laporkan ke Ayah saja !!”

mereka berdua pergi mengadu ke ayahnya yang tengah duduk membaca Koran.
Ayah                      (sedang membaca koran tapi terbalik)
:” ckckck… beritanya sungguh menyedihkan, memuakan dan amat sangat membosankan.”
Merah                  ( datang bersama ibunya menghampiri Ayah )
                                :” Ayah..!! Ada berita fantastic.”
Jeng tari               ( menyahut perkataan merah )
                                :” Wonderful .“
Merah                  :” Amazing. “
Jeng tari               :” Menakjubkan .“
Ayah                      :” Excellent.”
Merah                  ( menganga )
                                :” Ayah? Kenapa bacanya terbalik?” ( penasaran )
Ayah                      :” Ayah kan pintar, jadi bisa baca Koran dengan terbalik.”
Merah                  :” Pinter dari mana? Kalau Ayah pinter harusnya Ayah bisa cari uang….. lha ini..??”
Jeng tari ( menyela ) :” udah udah… gak penting itu yang penting kalung mama itu.”
Merah                  :” Owh iya , maaf,, saya yang lupa. Serbu ma!!!”
Jeng tari               :” serbu serbu kamu pikir kita mau perang ? ayah? Ayah tahu tak ?”
Ayah                      ( masih membaca Koran dengan terbalik )
                                :” Ayah tak tahu. Kan belum tahu apa yang mama mau katakan.”
Jeng tari               :” Kalung mama dicuri Putih. Huh, mama kan jengkel ,marah, menyebalkan.
Ayah                      ( mengerutkan dahi )
                                :” Ayah tak percaya.” ( tetap membaca Koran dengan terbalik )
Jeng tari               :” Ayah selalu saja percaya pada anak itu. Tak pernah percaya pada mama.”
                                (pura-pura sedih dan memelas)
Ayah                      ( menjawab dengan santai )
                                :” Karena mama tak meyakinkan jadi mana Ayah percaya?”
Merah                  :” Merah saksinya pa. Kalau putih yang mencuri kalung mama.
Jeng Tari              :”Kalau gak percaya kita introgasi saja si Putih sekarang.”
 (tanganya menghantam- hamtam dan wajahnya geram)             
Merah                  :”Kita geledah saja mah kamarnya Putih. (tangannya mengajak untuk ke TKP)
Jeng Tari              : “Kita ke TKP.”
(menarik tangan Ayah)

Mereka bertiga pergi ke kamar Putih. Mereka akan membuktikan bahwa si Putih yang mencuri kalung Jeng Tari. Di kamar Putih yang berantakan melampaui kapal pecah ia sedang tiduran sambil menggunakan headset untuk mendengarkan lagu. Dan ia agak terkagetkan dengan kedatangan Ayah, Ibu Tiri dan Saudara Tirinya itu.
Putih                     : (beranjak dari kasurnya, agak terkejut dan sambil melepas headsetnya)
                                “mau ngapain ke kamar ane? What happen ? what’s go ing on?”
Merah                  (wajah sebal)
“Lagak loe tuh, kayak gak punya dosa aja. Sok polos lagi. Buka topengmu !”
Putih                     (meraba wajahnya)
“Gue gak pake topeng. Ngapain dibuka? Kurang kerjaan amat loe !”
Jeng Tari              : (melotot kepada Merah)
                                “Ih, kamu itu gak tau diuntung ya. Kamu kan yang nyuri kalung mama.”
                                (memalingkan muka)
Ayah                      : “Putih apa benar yang dikatakan mamamu itu? Jawab Ayah? (marah)
Putih                     :”Kalung? Kalung apa? Sejak kapan mama punya kalung?”
(berpikir sejenak dan teringat)
                                “O itu, kalung segede pete tapi imitasi itu?”
Jeng Tari              : (ekspresi heran kemudian matanya melihat sekitar dan menutup mulut Putih dengan telunjuknya)
“sssssstt, jangan keras-keras kamu! Kan malu kalau ada yang dengar. Mama itu bingung cari kalung itu. Kamu sembunyikan dimana ha?”
Merah                  : (menyela pembicaraan) “Kita geledah aja sekarang.” (tanganya menyingkirkan Putih dari kasur Putih)
Putih                     : (berdiri) “biasa aja donk.” (kesal)
Merah                  : (langsung menggeledah dengan mencari di bawah bantal dan kemudian menemukan kalung itu lalu mengambilnya)
                                “Nah loe, ini dia kalung mama. Kalungnya udah ketemu nih ma. (memberikan kalung pada mamanya dengan tersenyum licik)
Putih                     : (mengerutkan dahi dan mengucek mata  karena bingung ada kalung di bawah bantalnya)
Ayah                      : (melihat Putih dan menggelengkan kepala)
                                “Ayah tak habis pikir, kamulah yang mencuri kalung mamamu.”
Merah                  : (menjulurkan lidah pada Putih)
Putih                     : (berpikir dengan keanehan itu dengan telunjuk mengetuk-ngetuk keningnya. Dan akhirnya menemukan jawaban)
                                “eiiiitz, tunggu dulu.” (tangannya mencegah keadaan yang memojokkannya)
                                “Woow, sempit banget sih otak loe. Loe piker gue gak tahu akal bulus loe. Loe kan yang naruh itu kalung di bawah bantal aku. Hay ohayo ngaku deh!”
(bertatap muka dengan Merah dengan pandangan curiga)
Merah                  : (melotot)
                                “Enak aja loe rakyat jelata . gue gue bukan bu bu kan yang nyuri .”
Putih                     : (menggerakkan tangannya)
                                “Bullshit loe.  Ckckck. Kalau gak nyuri ngapain loe gugup gitu? Biasa aja donk!”
                                (sambil mencolek dagu Merah)
Merah                  : “eh eh eh, anuuu ehhh anuuunya.” (tergagu dan kebingungan menjawab)
Ayah                      : “Sudah buktikan Putih, sekarang giliranmu membuktikan kalau Merah yang licik.”
                                (melipat kedua tangannya ke dada)
Putih                     : (menepuk pundak Jeng Tari yang terdiam kebingugan dengan pandangan kosong dan mulut terbuka)
                                “Ma yang ngambil kalungnya itu sebenarnya Merah sendiri. Kalian tadi lihat sendiri kan waktu dia sok-sokan geledah ini kamar. Tapi tujuannya langsung ke bawah bantal. Dan anehnya kalung itu bener ada disitu dan lebih anehnya lagi dia gak kaget kalau kalungnya ada disitu. Mau bukti apa lagi sekarang?”
Ayah                      : “Ternyata.  Ckckck.” (menggelengkan kepala)
                                “Ada udang di balik kepala Merah.” (mengelus kepala Merah)
Putih                     : “Makan tuh udang. Hahaha.” (menertawakan Merah)
Merah                  (menundukkan kepala dan berbicara dalam hati)
                                “Huh, aku gagal mengerjai dia. Dasar, dasar.” (menghentak-hentakkan kaki)
Jeng Tari              (memegangi kepalanya dan berjalan keluar kamar dengan terguyur-guyur)
                                :”Aduh jadi pusing.”


Adegan VI
Keeseokan harinya Putih pergi ke sungai untuk menemui sahabatnya Si Kodok . Pagi itu di sungai, angin semilir, sinar matahari yang hangat menemani Putih yang sedang duduk di pinggir sungai menunggu Si Kodok muncul.
Putih                     (bertopang dagu)
:”Pagi-pagi ingin ketemu kamu Kodok! Hmm, Kodok kesini aku lagi kangen kamu, soalnya di rumah suasananya tuh lagi… ah payah deh pokoknya.”

Tiba-tiba terdengar suara air yang bergelembung-gelembung, menandakan Kodok datang.
Kodok                   (plekutuk,plekutuk)
                                :“Lagi galau ya neng?” (dengan sumringah)
Putih                     :”Galau? Makanan apaan tuh? Idih gak lah eyaw.”
Kodok                   : “Tadi kalau gak salah denger. Eneng kangen ya sama A’a? hehe”
Putih                     :”Cie ileh, Ngapain kangen sama kamu?”
Kodok                   :”Lha buktinya, neng nungguin A’a. Iya donk? Benerkan?”
Putih                     :”Iya aja deh. Biar loe puass.”
kodok                   :”Yah, puas darimana orang belum sempet ngapa-ngapain kok puas? Hahay”

Disela-sela mereka bercanda. Tanpa diketahui Si Putih, Si Merah datang ke sungai dan mengintipi Si Putih yang sedang bercanda sambil bermain air dengan si Kodok. Melihat keanehan itu Merah pun membuat kesimpulan bahwa saudara tirinya itu divonis gila.
Merah                  (memandangi Si Putih dengan sembunyi-sembunyi)
:”Kasihan banget tuh Si Putih. Canteg-canteg tapi gila. Masak bicara sama kodok. Menyedihkan.ckckck (mengelus dada)

Setelah melihat kejadian itu Merah pun langsung pulang. Dan Merah melanjutkan aksinya di rumah.
Merah                  (panik sambil memegangi kedua pipinya)
Jeng Tari              (duduk melihat televise sambil ngemil kemudian ia melihat Merah dengan tingkah yang aneh) ”Kamu kenapa Merah?”
Merah                  (tambah panik, mau bicara tapi mulutnya sulit dibuka)
Jeng Tari              :”Tenang dulu. Ambil napas !” (tangannya ikut memberi aba-aba)
Merah                  (mengambil napas sedalam-dalamnya)
Jeng Tari              :”Terus terus dan tahan ! tahan terus, sampai pagi.”
Merah                  (menahan napas, karena terlalu lama dia angin pun keluar dari pantatnya)
                                :”thiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiit.”
Jeng Tari              (keliyengan seakan mau pingsan karena mencium bau kentut Merah yang dahsyat luar biasa itu)
Merah                  (menahan mamanya yang mau pingsan)
                                :”Maaf ya mah. Maksud hati mau kentut, tapi apa daya ampasnya ngikut !”
Jeng Tari              : “Heh, jorok ?” (kaget)
Merah                  :”Yeeee, bercanda kaleee.”
Jeng Tari              :”Huh, ya udah. Tadi kamu kenapa kok panik tingkat kabupaten gitu?”
Merah                  :”Gini mah.” (tanganya ikut menerangkan) “ Tadikan aku kan lihat anu mah, terus aku intipin itu si anu, dan ternyata si anu itu.. memang anu mah !” (ekspresi meyakinkan)
Jeng Tari              (menjitak kepala Merah)
                                :”Wey, yang serius donk. Anu-anu terus. Dasar bawang bombay.”
Merah                  (agak kesakitan dan mengelus kepala yang dijitak)
                                :”Eeeeh iyaa, keceplosan. Gini-gini.” (agak membisik kepada mamanya)
                                :”Tadi aku ngikutin Putih ke sungai waktu dia mau nyuci. Eh tak disangka-sangka dia tuh malah disana ngobrol gitu sama Kodok yang ada di sungai. Pasti dia udah gila mah.”
Jeng Tari              :”Oh gitu. Terus-terus kamu ngapain? Si Putih kamu tegur apa kamu tanyain gitu?
                                (ekspresi penasaran dan memandang merah)
Merah                  :”Ya gak lah. Aku tadi kan panik gitu mah, jadi yaa terus aku langsung pulang kerumah bilang sama mamah ini.”
                                (mengetuk dagu dengan telunjuk) ”Wah, gaswat ini. Sakit jiwa itu menular gak ya mah? Merah kan takut kalau ketularan dia.” (ekspresi cemas)
Jeng tari               :”Makanya , kamu kagak usah deket-deket sama dia. Nanti kalau kamu ketularan kan takutnya kalau lebih parah dari dia gituh, gimana coba. Mama juga kan yang repot.”
Merah                  :”Ah, brilian sekali ide mama. Hahaha” (tertawa)
Jeng Tari              :”Capek deh.”

Putih pun pulang dari sungai sambil membawa ember cucian dengan ekspresi sumringah karena sudah dihibur oleh kodok tadi.
Putih                     :”Senangnya hatiku turun panas demamku. Kini aku bermain dengan riang.”
                                (berjalannya sangat lincah)
Merah                  (melihati Putih)
                                :”Orang tak waras itu pulang.” (melipat tangan kedada)
Jeng Tari              :”Ayo sikat aja dia.” (mengajak Merah)
Merah                  :”Bentar dulu mah.” (mencari-cari)
Jeng Tari              :”Ngapain kamu?” (menatap merah dengan heran)
Merah                  :”Nyari sikat mah. Katanya mau nyikat si Putih. Gimana sih mamah.” (bersikap sok pintar)
Jeng Tari              :”Aduh kamu itu kenapa tertular virusnya si Putih sih.” (menepuk dahi)
                                :”Semakin hari kok semakin oneng saja.” (gemas)
Putih                     (berhenti dari jalannya karena melihat Jeng tari dan Merah yang agak ribut)
                                :”Ngapain lagi 2 cecurut itu,mungkin pada meributkan kebloonannya kali yak.”
Jeng Tari              (melihat Putih dengan sinis)
                                :”Ngapain kamu liatin kita-kita? Iri ya sama keimutan kita.”
Putih                     :”Ndak puapa. Iseng.” (melanjutkan berjalan)
Merah                  :”Dasar tidak tahu malu. Orang gila.”
Putih                     (berhenti lagi)
                                :”Siapa yang gila? Kalian yak?” (menunjuk ke Merah dan Jeng Tari)
Jeng tari               :”Enak ajah kamu.Sembuarangan. Apa lihat-lihat terus? Sana pergi !”
Putih                     (menentang)
                                :”Suka-suka donk. Situ ngejual sini ngebeli.”
Merah                  :”Eh mah jangan gituh. Entar dia ngamuk lagih. Ayo lari saja.”
                                (menarik tangan mamanya)
Jeng Tari              :”Bagus itu. Biar ngamuk sekalian terus tinggal diiket pake tali deh.”
Putih                     :”Eits tunggu dulu. Kalau kalian bilang aku gila. Terus kenapa kalian bisa tahu bahasa orang gila. Yang gila itu sebenarnya ente-ente itu.” (berlalu pergi)
Merah                  :”Aku salut sama Putih mah. Meskipun dia gila tapi tetap aja pinter nyari alasan.”
Jeng Tari              :”Sialan dia ngatain kita gila. Ayo kita lapor ke papa sekarang.”

Ayah pun datang tanpa diundang.
Jeng tari               :”Pucuk dicinta ulam pun tiba.” 
Ayah                      :”Ulam siapa mah? Tetangga baru yah?” (berjalan mendekat)
Jeng Tari              :”Aduh keluarga ini.” (jengkel) “Kenapa pada o’on semua sih.”
Ayah                      :”Aduuuh, capeknya habis tidur.” (menguap dan merentangkan tangan)
Merah                  :”Papa tau tak?” (mendekati Ayah)
Ayah                      :”Papa tak tau.” (cuek sambil bertopang dagu)
Merah                  :”Kalau begituh Merah kasih tahu nih. Papah si Putih itu gila lho.”
Ayah                      :”Ah, yang benar saja kau.” (kaget)
Jeng Tari              :”Merah pah, tadi itu melihat dengan mata Merah sendiri.” (menunjuk mata Merah) “kalau Putih itu berbicara dengan Buaya. Aneh kan?”
Merah                  (matanya tidak sengaja terculek mamanya)
                                :”Aduh. Kalau papa tidak percaya. Besok kita buktikan. Kita intip si Putih saat dia nyuci Di sungai.”
Ayah                      :”Terserahlah.” (ekspresi datar)

#Adegan VII
Esok harinya, seperti yang diharapkan Merah dan mamanya, Putih pergi ke sungai lagi. Diam-diam putih diikuti oleh Ayah, Merah dan Jeng Tari. Sesampainya di sungai seperti biasa Putih duduk di tepi sungai mencuci baju-baju dengan di temani oleh Kodok sahabatnya.
Kodok                   :”Hai Putih..”
Putih                     :”Hai juga Dok! Wkwkwk,” (cekikikan sendiri sambil mengucek-ngucek cucian)
Kodok                   :”Kamu kenapa kok kegirangan gitu!”
Putih                     :”Hahahaha..” (tertawa)
:”Iya nih. Masak nih ya, kemarin tuh ternyata waktu aku ke sungai. Si Merah ngikutin aku. Terus ngintipin aku deh.”
Kodok                   :”Oh, lha terus apanya yang lucu?”
Putih                     :”Masalahnya itu. Dia ngira kalau aku gila soalnya bicara sama kodok.”
                                (masih mengucek-ngucek)
Kodok                   :”Hah, kasihan benget kamu Putih. Gara-gara aku kamu dikirain gila.” (sedih)
Putih                     :”Halah, gak apa-apa kale. Udah biasa banget aku digituin sama Si Merah. Kamu gak usah merasa bersalah gitu deh.”
Kodok                   :”Hmm, syukurlah.” (mengangguk)
                                :”Putih sebenarnya aku itu punya rahasia. Dan aku harus ceritakan rahasia ini ke kamu.”
Putih                     :”Wew, emang Kodok punya rahasia juga toh?” (menggoda)
Kodok                   :”Putih aku serius.” (ekspresi serius)
Putih                     :”heh? Iya iya gimana? (berhenti mencuci dan memandang Kodok)
Kodok                   :”Sebenarnya aku adalah seorang pangeran yang di kutuk menjadi seekor kodok karena kesalahanku yang amat besar.”
Putih                     :”Ah yang bener!” (terkejut)
                                :”Pangeran apah? . Pangeran gombal yah.”
Kodok                   :”Hehee. Kok tau?” (nyengir)
Putih                     :”Keliatan lah. Loe kan hobinya ngegombal.”
Kodok                   :”Eh Putih. Kamu bantuin aku gak. Soalnya Cuma kamu yang bisa bantuin aku.”
                                (tampang melas)
 Putih                    :”Iya maul ah. Kita kan teman. Bantuin apa?”
Kodok                   :”Janji dulu donk.”
Putih                     :”Iya deh janji.”
Kodok                   :”Kutukanku ini akan hilang jika dicium oleh orang yang aku taksir. Dan yang aku taksir itu kamu Putih.”
Putih                     :”Alamak! Jadi loe itu naksir sama gue ye? (berdiri) Emang.. Resiko oaring cantik disukai banyak lelaki. ” (menyanyi)
                                :”Kalau udah canteg gini, ya Kodok pun kelepek-kelepek.”
Kodok                   :”Iya terus gimana. Mau apa kagak?”
Putih                     (duduk lagi) ”So pasti! Apa sih yang enggak buat kamu.” (menggoda)
                                :”Eh bentar, tapi tadi kamu gak makan pete kan?”
Kodok                   :”Enggak, tenang aja! Cuma makan jengkol kok.”
Putih                     :”Lhah, bagus itu.” (mengacungkan jempol)
Buaya                    (bicara dalam hati)
                                :”Dasar gadis super aneh.”
Putih                     :”kalo gitu sekarang….”(mulai memejamkan mata dan memajukan wajahnya ke Kodok)
                                :”Emmm….”
Kodok                   (mulai mencium bibir Putih, tapi belum sampai mencium tiba-tiba tubuhnya seperti ada yang menarik dari belakang)
                                :”Eh eeeh ehh?”
                                (berubah menjadi pangeran tampan)
Putih                     (masih posisi seperti tadi)
                                :”Kok lama banget nyiumnya, kamu keenakan ya?”
Pangeran             (bereksien sok kegantengan)
                                :”Heh !” (tiba-tiba terdiam melihat bibir Putih lalu menelan ludah)
                                (terpikir untuk mencium Putih karena tadi belum sempat tercium) “Eeemuu….”
Putih                     (membuka matanya dan kaget melihat Pangeran Kodok yang mau menciumnya)
                                :”AAaaaa!” (berteriak) “Siapa kamu?” (kemudian berdiri)
Pangeran             (berdiri)
                                :”Ini aku si Kodok. Aku sudah berubah Putih !” (tersenyum bahagia)
Putih                     (heran)
                                :”hah, kok bibirnya gak monyong?”
Pangeran             :”ya udah aku monyongin dulu !”
Putih                     (berpikir sejenak)
                                :”Jadi aku tadi dicium sama orang ganteng donk! Aiiiih,” (menggigit jari)
Pangeran             :”Huuuh..” (menghela nafas melihat tingkat Putih)
                                :”Padahal tadikan aku belum jadi nyium.” (bicara pelan) “hiks,hiks” (sedih)
Putih                     (bertatap muka pada pangeran Kodok)
                                :”Bagaimana kalau kita jodoh?”
Pangeran             :”Benarkah? Semoga saja. Betapa senang jika memang begitu.” (tersenyum)
Putih                     :”Ternyata kamu sangat menkjubkan pangeran.” (berkedip-kedip)
Pangeran             (memegang pundak Putih)
                                :”Aku sangat-sangat menyukaimu Putih. (tatapan tajam)
                                :”Pesonamu terlalu menyilaukan mataku hingga aku tak bisa melihat wanita yang lainnya.”
Putih                     (nyengir kegirangan)
                                :”Sejak kapan itu pangeran?”
Pangeran             :”Apa kau tidak bisa merasakan cintaku ini?” (sedikit kecewa dan melepaskan tangan Putih dan berpaling muka)
Putih                     :”Emang cintamu rasa apa?” (menghadap pada wajah pangeran Kodok)
Pangeran             :”Rasa apel. Puass kau?” (ketus dan memalingkan muka lagi)
Putih                     :”yah ngambek segala. Jangan ngambek donk pangeran!” (menghadap pangeran lagi)
Pangeran             (memegang pundak Putih dan menatap dalam-dalam)
                                :”Aku sudah terkena kailmu. Mengapa kau tidak menarik kailnya?”
Putih                     (menjadi gerogi dan tatapanya kemana-mana) 
                                :”Broooot..!” (menutupi Pantatnya)
Pangeran             (terkejut dan langsung menutup hidung)
                                :”Hey, bom molotop siapa itu tadi?”
Putih                     :”Maaf, habis kalau grogi aku kentut.”
Pangeran             (sebal) “yaudah gak apa-apalah.”
Putih                     :”Jangan membuatku bingung.”
Pangeran             :”Putih akuuuuuuuuu..”

Saat Pangeran ingin mengatakan sesuatu pada Putih. Tiba-tiba Ayah, Jeng Tari dan Merah keluar dari persembunyian mereka saat mengintip. Karena bingung dan khawatir dengan Putih, Ayah pun menanyakan apa yang terjadi.
Ayah                      :”Pu.. Putih” (berjalan mendekati Putih dan memegangi tangan kanan Putih)
                                :”Apa sebenarnya yang terjadi?”
Putih                     :”Ayah, Ibu, Merah… aku bisa jelaskan semua ini.”
Merah                  :”ssssst, tak usah kau jelaskan.” (menatap genit Pangeran)
Pangeran             :”Aku yang akan jelaskan semua.”
Jeng tari               :”Apa yang akan kau jelaskan pada kami?” (sinis)
Pangeran             :”Aku adalah seorang Pangeran dari Kerajaan nan jauh di sana.” (memandang jauh)
:”Tapi karena aku melakukan sesuatu kesalahan yang besar. Akhirnya aku pun dikutuk menjadi kodok oleh penyihir istana. Kemudian aku bersahabat dengan Putih. Kutukan itu akan hilang jika aku dicium dengan tulus oleh gadis yang aku cintai.” (memandang Putih) “Dan akhirnya aku bisa berubah menjadi ganteng lagi.”(bereksien kegantengan)
Jeng Tari              :”Jadi Putih tidak jadi gila donk.” (kecewa)
Pangeran             (ekspresi datar)
                                :”Tentu saja. Yang gila itu kan kalian berdua. Anda dan Merah.” (menunjuk Jeng Tari dan Merah)
Merah                  (memegangi pipinya dan cengir)
                                :”Aaaah, mama dia tahu nama aku. Hahay.” (menyenggol tangan mamanya)
Pangeran             :”Aku juga tau. Kalau kalian sering menindas Putih. Kalian itu tidak punya hak menindasnya, apalagi kalian kan numpang di rumah Putih.”
Jeng Tari & Merah (menundukkan kepala dan terdiam takut)
Putih                     (menganga mendengar kata-kata Pangeran)
Ayah                      (memegang kepala)
                                :”Apa-apaan ini?”
Pangeran             :”Tuan, Mereka berdua itu diam-diam sering menindas Putih. Putih kerap cerita sama saya.”
Ayah                      (melotot)
                                :”Apa? Jadi anakku?”
Putih                     :”Tenang Ayahku. Inikan kan emansipasi Bawang Putih. Jadi yang menindas akan menjadi tertindas.” (mengepal)
Pangeran&Ayah               (serentak dan mengacungkan jempol)
                                :”Kita suka gaya loe!”

 Disisi lain ternyata Merah terus saja memandangi pangeran. Dia pun terpesona dengan kegantengan pangeran yang bisa dikatakan limited edition, karena memang dia belum pernah melihat orang yang seganteng pangeran.
Merah                  (memandangi wajah pangeran dan tersenyum-senyum sendiri)
Jeng Tari              :”Eh kamu ngapain sih Merah senyum-senyum gitu dari tadi.”
Merah                  :”Mah aku terkena panah.”
Jeng tari               :”Siapa juga yang mau manah kamu?”
Merah                  :”Panah asmara mamah !” (kesal)
Jeng Tari              :”Ya ampyun!”
Merah                  :”Yah dia itu ganteng banget mamah. Apalagi lihat aja tuh idungnya runcing kan.”
Jeng Tari              :”Halah, lupakan!” (mencubit pipi Merah)
Merah                  :”Jangan gitu mah. Kan biasanya mama juga doyan ama berondong.”
Jeng tari               :”Ya kalau dianya mau. Mama juga mau sih.” (malu-malu)
Merah                  :”tuh kan kumat. Tapi dia buat aja ya mah!”
Jeng Tari              :”Yeee, kamu sih mincing-mancing segala.”
Merah                  :”huhuhu..” (merengek)

#Adegan VIII
Saat semua sedang melakukan kegiatan seperti biasanya. Ayah membaca Koran dengan terbalik, Jeng Tari dan Merah menonton televisi dengan serius, dan Putih mengepel lantai. Tiba-tiba pangeran datang dengan menaiki permadani terbangnya.
Pangeran             (turun dari permadani) “Assalamualaikum !”
Semua orang rumah pun menjawab sambil keluar melihat tamu yang datang.
Ayah                      :”Wa’alaikumsalam..  mari masuk, silahkan masuk pangeran.” (mempersilahkan pangeran)
Merah                  (langsung menyuruh pangeran duduk di kursi dengan semangat sekali)
                                :”Pangeran silahkan, hehe. Tidak usah sungkan deh. Anggap aja rumah sendiri.”
Jeng tari               (ikut duduk didekat Ayah dan menyela) “Ih, enak aja rumah sendiri dari mana.” (sinis)
Ayah                      :”Tenang-tenang. Ada apa gerangan pangeran datang kemari?”
Pangeran             (bersikap risih dengan sikap Merah) “Tuan saya kesini ingin melamar putri tuan.”
Putih                     (sedang mengepel lantai dan agak terkejut mendengar ucapan pangeran tadi)
                                :”Haaaah?”
Merah                  :”Pasti mau melamar gue..” (dengan girang dan sangat PD)
Putih                     (meletakkan kain pel, ia sedih dengan memalingkan muka dari pangeran kemudian berlari ke kamarnya) “huhuhuuu.”
Merah                  (menghadapkan wajah pangeran ke wajahnya untuk menghalangi pangeran yang dari tadi melihati Putih) “Pangeran mau melamar aku kan? Iyakan? Aku bakal menjadi permaisuri pengeran.” (girang dan terus memegangi wajah pangeran karena gemas)
Pangeran             (melihat-lihat ke arah perginya Putih)
Jeng Tari              (meyakinkan Pangeran) “Iya pangeran. Udah deh pangeran. Kalo emang mau menikahi Merah, ya nikahin ajah. Gak usah malu-malu kayak gitu. Merah aja udah ngebet gitu. Tapi inget ya pangeran maharnya itu ya kalo bisa yang banyak. Hehehe.”
Ayah                      (menyenggol jeng Tari karena malu) “Kamu itu. Malu-maluin aja.” (berbisik)
Jeng Tari              :”Kenapa harus malu? Ayah itu gak usah sok munafik deh.”
Pangeran             (melepaskan diri dari Merah yang dari tadi terus menggodainya) “Tolong hentikan.  Ehem-ehem.” (melepas napas untuk menenangkan diri)
                                (memandangi Ayah, Jeng Tari dan Merah dengan serius) “Saya kemari ingin melamar Putih. Bukannya Merah.,ketahuilah tuan dan nyonya. Saya tegaskan lagi bahwa saya datang kesini untuk melamar Putih. Pe-Uw-Te-ii-Ha.”
Merah                  :”Apah?” (terkejut sambil berdiri)
                                (kemudian bernyanyi) “Jangan kau tolak dan buatku hancur. Ku tak akan mengulang tuk meminta. Satu keyakinan hatiku ini. Akulah yang terbaik bagimu.”
Pangeran             (menghentikan Merah dan mencari Putih ke kamarnya)
Putih                     (mengelap air matanya dan melihat pangeran) “Pangeran?”
Pangeran             (memegang tangan Putih dan mengajak Putih keluar kamar)
                                :”Aku ingin sekali Putih menjadi permaisuriku.”
Merah                  (jengkel dan merengek-rengek)
                                :”Ih, mama !” (tangannya meremas tangan mamanya)
Jeng Tari              :”Sialan banget si Putih.” (menggigit tangannya yang dikepal)
Ayah                      :”Kalau saya sih setuju saja. Tinggal Putih itu mau apa tidak?”
Putih                     :” Kalau saya mah kagak usah ditanya yah,” (merenges)
Pangeran             :”Jadi besok kita akan ME-NI-KAH.”
Merah                  (langsung lemas dan pingsan menimpa mamanya)
Jeng Tari              (memegangi Merah) ”Eh eh eh…! Merah jangan begitu ah.”
Pangeran             :”Calon mertua. Kalau begitu Putih sekarang juga saya ajak kekerajaan untuk mempersiapkan pernikahan kita besok.” (menarik tangan Putih dan mengajak menaiki permadani terbangnya)
Ayah                      :”Oh iya. Silahkan calon menantu.” (mempersilahkan)

Pangeran dan Putih menaiki permadani terbang dan Ayah mengantarkan sampai di pagar rumah.
Putih                     (memandang Ayahnya sambil melambaikan tangan)
Ayah                      (melambaikan tangan dan tersenyum lega)
                                :”Hati-hati kalian.”
Jeng Tari              (muka panik)
                                :”Woeeeee, bantuin ngapa sih!” (merengek-rengek sendiri)

Tamat

E.Amanat           
                Tidak semua orang itu mudah ditindas begitu saja. Putih adalah sosok gadis yang berani memberontak dan membela dirinya dengan kecerdikannya, saat ia ditindas oleh Ibu dan saudara tirinya.Dan perlakuan jahat itu tak perlu kita berusaha untuk membalasnya, karena dengan sendirinya mereka juga akan mendapat balasan yang setimpal. Cukup kita menanggapi dengan bijak agar bisa mengambil hikmahnya. Berkat kesabarannya, akhirnya Putih pun dapat merengkuh kebahagiaannya kembali dan hidup bahagia dengan pangeran.

merah dan pangeran kodok ^,^

3 comments: